Sebelum masuk pembahasan ane mau shared profil pottele/psk di Makassar.
1. Linda ( nama samaran)
Lihat profil ( foto & no. Hp tersedia)
2. Mawar ( nama samaran)
Lihat profil (no.hp tersedia)
---------------------------------------------
Tidak banyak orang kenal dengan daerah Bonto Barombong, bila
dibandingkan dengan kepopuleran Tana Toraja dengan tongkonannya, Bira
dengan kebeningan laut dan pantainya yang berpasir putih lembut, atau
Bantimurung dengan air terjunnya yang eksotis, yang kerap menjadi buah
bibir, bahkan telah menjadi salah satu daerah unggulan tujuan wisata di
Sulawesi Selatan.
Lokasi Perjanjian Bungaya, terletak di dalam rimbunan pepohonan. "Tak banyak yang tahu". (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
Beliau menjelaskan, Bongaya berasal dari kata Bonggang
yang artinya paha. Dikisahkan, di lokasi yang dipenuhi pepohonan besar
itu, Sultan menggunakan pahanya (Makassar: Bonggang) sebagai alas saat
menandatangani perjanjian tersebut
Makam Daeng ri Bungaya. Tokoh misterius. (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
Penting
diketahui, Bonto Barombong sejatinya dapat menjadi daerah tujuan wisata
sejarah, setidaknya ini menjadi harapan semua warga yang bermukim di
wilayah itu. Bagaimana tidak, kampung tua yang masih berada dalam
wilayah Kota Makassar itu menjadi tonggak sejarah perjuangan para
pejuang terdahulu dalam melawan Kompeni Belanda. Di Bonto Barombong
inilah para pejuang di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin dengan
sangat terpaksa menyetujui sebuah kesepakatan damai dengan penjajah
Belanda.
Bekas-bekas dan jejak sejarah itu sampai sekarang masih dapat ditemui. Namun kurangnya
Dikeramatkan tapi tidak terawat baik. (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
perhatian
pemerintah dalam melestarikan lokasi tersebut, yang pantas disebut
kawasan situs bersejarah, menjadikannya luput dari pengetahuan generasi
sekarang –terkesan kurang terawat, kalau tidak mau dikatakan terabaikan.
Padahal tidak jauh dari lokasi perjanjian, terdapat Balla Lompoa
Barombong, sebuah rumah adat yang dipercaya sering dipakai sebagai
tempat beristirahat oleh Sultan Hasanuddin. Di rumah yang sudah beberapa
kali mengalami pemugaran ini juga terdapat ranjang yang sering dipakai
Sultan.
Berada di antara persawahan warga. "Terancam pembangunan perumahan, dilindas modernisasi buta" (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
Terletak
di tengah areal persawahan milik warga di Bonto Barombong, di bawah
rimbunan pohon mangga dan semak perdu liar, terdapat sebuah kompleks
pemakaman. Sepintas tempat tersebut biasa-biasa saja, tidak ada yang
istimewa. Salah satu makam yang berada tepat di bawah rimbunan pohon
besar itu dikeramatkan warga. Dipercaya, penghuni makam tersebut adalah
Daeng ri Bungaya. Dari cerita turun temurun, Daeng ri Bungaya adalah
salah seorang kerabat dekat Sultan Hasanuddin yang ikut menyaksikan
penandatangan perjanjian Bungaya. Namun, beberapa warga setempat punya
cerita lain. Makam itu sudah lebih dulu ada ketika perjanjian
dilaksanakan. Bahkan versi lain yang agak berbau mitos mengatakan, makam
tua itu sudah ada sejak Bumi diciptakan.
“Anjo kuburuka
simulangi linoa. Anjomintu nikaramakkangi anjo kubburuka. Iyami anjo
sombaya, napilei anjo tampakka, untuk appalakkana assitujui
parjanjianga.” Kata Daeng Baso, penjaga makam. Kalau diartikan dalam
Bahasa Indonesia, artinya kira-kira begini: “Kuburan itu bersamaan
Balla Lompoa Barombong.Tempat Sultan Hasanuddin biasa beristirahat. (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
munculnya
dunia ini. Itu sebabnya dikeramatkan. Raja (maksudnya Sultan
Hasanuddin) memilih tempat itu sekaligus meminta izin disetujuinya
perjanjian itu”.
Asal muasal kata Bungaya memiliki banyak versi.
Seorang tokoh masyarakat di daerah Barombong, Daeng Manangkasi
mengungkapkan, Bungaya berasal dari kata Bunga, yang bermakna kembang.
Menurutnya, Perjanjian Bungaya itu ditandatangai dengan harapan
terwujudnya perdamaian sebagaimana damainya rupa bunga, dan menghindari
jatuhnya korban yang lebih banyak dari masyarakat Gowa.
Ranjang yang sering dipakai Sultan merebahkan lelah. (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
“Perjanjian
Bungaya terpaksa di sepakati oleh Sultan agar kerajaan tetap berkembang
layaknya bunga,” ungkap Daeng Manangkasi. “Waktu itu Belanda mengancam
akan membunuh semua rakyat Kerajaan Gowa, tidak peduli laki-laki,
perempuan, anak kecil maupun orang tua,” tambahnya.
Dengan
pertimbangan menghindari korban dari rakyat yang tidak berdosa, apalagi
mengingat keadaan itu sangat rawan –pengkhianatan yang dilakukan oleh
orang dalam, yang berbalik membelot ke Belanda, menjadikan Sultan
Hasanuddin terdesak. Strategi terbaik yang bisa beliau tempuh hanya
satu, menyetujui perjanjian (yang hakikatnya deklarasi kekalahan Gowa)
yang disodorkan Belanda, untuk kemudian menyusun rencana. Maka dengan
berat hati Sultan akhirnya menandatangani perjanjian tersebut pada 18
Nopember 1667, yang oleh pihak kompeni diwakili Laksamana Cornelis
Speelman. Perjanjian yang dalam istilah Makassar disebut Cappaya ri
Bungaya ini ditolak oleh beberapa Bangsawan Gowa. Di antaranya putera
Sultan sendiri, yakni Karaeng Galesong bersama sepupunya, Karaeng Naba,
termasuk Karaeng Bontomarannu, tokoh buas di medan lautan. Mereka
memilih meninggalkan Kerajaan Gowa (Bumi Makassar) ke Jawa dan
berkeliaran di lautan bebas. Sementara bangsawan lainnya menyebar ke
Sumatera, Kalimantan, dan pulau-pulau lain di Indonesia Timur. Dari
titik inilah Diaspora Makassar di jagat Indonesia, bahkan Asia Tenggara
menemukan momentumnya.
Daeng Baso, si penjaga makam. (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
“Punna
Sombaya (Sultan) tetapki berkeras tena nassitujui anjo parjanjianga,
mate ngaseng mi rakya’ka, nibuno kabusu ri Balandaiya, manna anak-anak
caddi. Tena maki kamma-kama anne,” (Kalau Sultan tetap berkeras menolak
perjanjian itu, semua rakyat akan mati dibunuh oleh Belanda, bahkan anak
kecil sekalipun. Kalau itu terjadi, kita semua sekarang ini sudah tidak
ada),” kata Daeng Baso.
Sementara Raja Tallo ke XIX, Muhammad
Akbar Amir Sultan Aliyah yang bergelar I Paricu Daeng Manamba Karaeng
Tanete, memiliki pandangan lain tentang penamaan Bungaya. Beliau
menjelaskan, Bongaya berasal dari kata Bonggang yang artinya paha.
Dikisahkan, di lokasi yang dipenuhi pepohonan besar itu, Sultan
menggunakan pahanya (Makassar: Bonggang) sebagai alas saat
menandatangani perjanjian tersebut. Cara ini dilakukan pula pihak
Belanda ketika bertanda tangan. Selanjutnya kata Bongganga yang dipakai
untuk menamai perjanjian tersebut, yang dilidah kompeni dibaca
Bongaisch, sementara lidah kita membacanya Bongaya, yang biasa juga
disebut Bungaya.
Daeng Manangkasi.(Khairil Anas. 22 Maret 2010)
Beberapa
catatan sejarah juga menyebutkan Bungaya adalah sebuah wilayah yang
terletak di sekitar pusat Kerajaan Gelgel di Klungkung, Bali dan
memiliki hubungan erat dengan Belanda. Konon Gelgel berusaha
memanfaatkan situasi dengan mengirimkan ekspedisi ke Kerajaan Gowa,
tetapi ekspedisi tersebut gagal.
Berdasarkan catatan sejarah,
perjanjian Bungaya terpaksa ditandatangani karena peperangan yang terus
menerus antara Kerajaan Gowa dengan VOC mengakibatkan jatuhnya kerugian
dari kedua belah pihak, oleh Sultan Hasanuddin melalui pertimbangan
kearifan dan kemanusiaan guna menghindari banyaknya kerugian dan
pengorbanan rakyat, maka dengan hati yang berat menerima permintaan
damai VOC.
Dipakai sebagai nama jalan. "Menuju ke lokasi". (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
Namun
perjanjian ini tidak berjalan langgeng. Pada tanggal 9 Maret 1668,
Sultan Hasanudin kembali dengan heroiknya mengangkat senjata melawan
Belanda yang berakhir dengan jatuhnya Benteng Somba Opu secara
terhormat. Peristiwa ini mengakar erat dalam kenangan setiap patriot
Indonesia yang berjuang gigih membela kehormatannya.
Masa
pemerintahan Raja Gowa XVI, I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang
Karaeng Bonto Mangepe atau yang lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin,
merupakan masa keemasan Kerajaan Gowa. Pada masa itu terjadi peningkatan
aktifitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan internasional,
sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa ini
merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa. Komoditi ekspor utama kerajaan
Gowa adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah di Maluku
maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di
Nusantara Barat. Dari laporan Saudagar Portugal maupun catatan-catatan
lontara setempat, diketahui bahwa Saudagar Melayu berperan penting dalam
perdagangan dan pertukaran surplus pertanian dengan barang-barang impor
itu.
Selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan.
Belanda
melalui sarikat dagangnya VOC, berusaha menguasa seluruh kegiatan
perdagangan di wilayah Kerajaan Gowa. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan
Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan
kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain
pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan
kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk
melawan kompeni.
Di
sekitar sinilah perjanjian itu ditandatangani. Sunyi. Tak banyak warga
setempat yang berani masuk ke areal ini. (Khairil Anas. 22 Maret 2010)
Pertempuran
terus berlangsung, kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada
akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18
November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa
merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan
lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia.
Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Hasanuddin memberikan
perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar (yang dipimpin Arung
Palakka) menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni
berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada
tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari
tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Mengenai
keberadaan makam Daeng Ri Bungaya yang ada di Bonto Barombong, hingga
sekarang masih misteri. Data tertulis tentang tokoh misterius tersebut
masih belum ditemukan. Siapa dan bagaimana tokoh tersebut tak banyak
yang tahu, termasuk mengapa Sultan Hasanuddin memilih tempat tersebut
dan (merasa perlu) meminta izin. Namun yang pasti, dari ragamnya cerita
yang berkembang, lokasi penandatanganan Perjanjian Bungaya tidak
diragukan lagi, yaitu di Desa Bonto Barombong –lokasi sejarah yang
menyimpan banyak kisah, yang masih perlu terus digali untuk diketahui
oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Betapa
disayangkan bila situs sejarah itu dibiarkan terbengkalai tak terurus
–berakhir menjadi hutan ruko, area bisnis atau sekadar lahan parkir,
seperti nasib situs sejarah lainnya di Makassar. [V] Khairil Anas
Isi Perjanjian Bongaya
Pasal 1
Menyetudjui perdjanjian-perdjanjian tanggal 19 Agustus dan 21 Desember 1660
Pasal 2
Semua
dienaren (pegawai-pegawai) bangsa Eropa (Belanda) dan rakjat Belanda
jang ada di Somba Opu (jang mendjadi tawanan atau jang telah lari
menjeberang pada keradjaan Gowa harus diserahkan kepada Kompeni Belanda.
Pasal 3
Semua
barang-barang jang teah disita oleh pemerintah keradjaan Gowa jang
berasal dari kapal-kapal Belanda jang pernah atau telah kandas dan
dirusakkan, harus diserahkan kepada Kompeni Belanda.
Pasal 4
Orang-orang
jang bersalah karena telah melakukan pembunuhan-pembunuhan atas diri
orang-orang Belanda dan mereka telah merusakkan kapal-kapal Belanda,
akan dihukum di hadapan residen Belanda di Djumpandang.
Pasal 5
Orang-orang jang berutang kepada orang kompeni harus membajar lunas segala utangnya dalam tempo satu tahun.
Pasal 6
Orang-orang
Portugis dan orang-orang Inggeris harus meninggalkan Makassar
sebelumnja achir tahun. Sultan tidak boleh meluaskan bangsa-bangsa Eopa
lain berdagang di dalam daerah keradjaannja, pun tidak boleh menerima
duta-duta dari mereka itu.
Pasal 7
Hanja kepada kompeni sadja
diberikan hak untuk mendjual di Djumpandang barang-barang import jang
penting. Pelanggar-pelanggar hukum akan dihukum dan barang-barang jang
bersangkutan akan disita untuk keuntungan kompeni. Kain-kain jang dibuat
di daerah-daerah pesiri Timur dari Djawa tidak termasuk dalam larangan
ini.
Pasal 8
Kompeni bebas dari semua bea dan kewadjiban-kewadjiban pada pemasukan dan pengeluaran barang-barang.
Pasal 9
Orang-orang
Makassar tidak boleh berlajar selain daripada ke Bali, Djawa, Batavia,
Bantam, Djambi, Palembang, Djohor, dan Borneo, untuk mana mereka harus
mempunjai surat pas.
Pasal 10
Benteng-benteng pertahanan
Barombong, Pa’nakukang, Garasssi, mariso dan lain-lainnja harus
dirombak. Djuga tidak boleh, dimana pun, didirikan benteng pertahanan
baru. Hanja Benteng Somba Opu jang besar itu akan tinggal untuk kerajaan
Gowa.
Pasal 11
Benteng Djumpandang bersama perkampungan dan
tanah jang termasuk lingkungannja akan diserahkan kepada kompeni. Lodji
kompeni akan didirikan kembali.
Pasal 12
Mata uang Belanda seperti yang digunakan di Batavia akan diberlakukan kembali di Djumpandang.
Pasal 13
Sultan
dan para bangsawan harus mengirim ke Batavia uang senilai 1.000 budak
pria dan wanita, dengan perhitungan 2 ½ tael atau 40 mas Makassar per
orang. Setengahnya sudah harus terkirim pada bulan Juni dan sisanya
paling lambat pada musim berikut.
Pasal 14
Radja dan para bangsawan Makassar tidak boleh lagi mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.
Pasal 15
Radja
Gowa akan berusaha menjerahkan radja Bima, radja Dompu, radja Tambora
dan radja Sanggar jang kesemuanja bersalah telah mengadakan pembunuhan
atas orang-orang Belanda di Bima. Djuga Karaeng Bontomarannu harus
diserahkan kepada kompeni.
Pasal 16
Sultan harus melepaskan segala haknja atas keradjaan Buton.
Pasal 17
Sultan
harus melepaskan segala haknja atas pulau-pulau Sula dan lain-lain
pulau jang termasuk kekuasaan Ternate, seperti Selayar, Muna bersama
seluruh Tanatunatea dan Badjeng dan daerah taklukannja, jang kesemuanja
sementara dalam peperangan telah datang kepada kompeni, sebagai
radja-radja jang bebas tanpa sesuatu hak mereka itu.
Pasal 18
Pemerintah
keradjaan Gowa harus melepaskan kekuasaannja atas keradjaan Bone dan
keradjaan Luwu dan berjandji akan memerdekakan Datu Soppeng (La
Tenribali) dari pengasingannja.
Pasal 19
Pemerintah keradjaan
Gowa selandjutnya menjatakan akan mengakui raja Laija dan radja Bangkala
Bakke dan radja Appanang datang; maka negeri-negeri tersebut akan
diberlakukan sesuai dengan hak kompeni atas daerah-daerah di sebelah
Utara Makassar.
Pasal 20
Semua negeri jang dalam peperangan
dikalahkan oleh kompeni bersama sekutu-sekutunja, terhitung mulai dari
Bulo-bulo sampai Bungaja akan mendjadi dan tetap sebagai negeri-negeri
milik jang telah dimenangkan oleh kompeni bersama sekutu-sekutunja
menurut hukum perang; kemudian bilamana radja Sultan harus melepaskan
segala haknja atas pulau-pulau Sula dan lain-lain pulau jang termasuk
kekuasaan Ternate, seperti: Silajar, Muna dan seluruh daerah-daerah di
pesisir Timur Sulawesi, jaitu mulai dari Sanna sampai Manado,
pulau-pulau Banggai, Gapi, dan lain-lainnja jang terletak antara Mandar,
dan Manado, seperti Lambagi, Kaidipan, Buwol, Toli-Toli, Dampelas,
Balaisang, Silensak dan Kaili.
Pasal 21
Pemerintah keradjaan
Gowa menjatakan akan melepaskan haknja atas Wadjo, Bulo-Bulo dan Mandar
jang kesemuanja dianggap dudjana terhadap kompeni dan sekutu-sekutunja
dan neger-negeri tersebut akan diperlakukan oleh kompeni dan
sekutu-sekutunya menurut kehendak kompeni.
Pasal 22
Seluruh
laki-laki Bugis dan Turatea yang menikahi perempuan Makassar, dan terus
bersama istri mereka. Untuk selanjutnja jika ada orang Makassar yang
berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya, orang
Bugis atau Turatea yang berharap tinggal dengan orang Makassar boleh
melakukannya dengan seijin penguasa tau raja jang berwenang.
Pasal 23
Pemerintah
keradjaan Gowa akan menutup negerinya untuk bangsa-bangsa lain (kecuali
Belanda). Bilamana pemerintah keradjaan Gowa tidak mampu menolak mereka
itu tinggal di Djumpandang, maka pemerintah keradjaan Gowa akan meminta
bantuan kompeni jang ia akui sebagai perlindungannja, dengan kewadjiban
selandjutnja, bahwa ia akan membantu kompeni terhadap musuh-musuh
kompeni dan ia tak akan mengadakan permusjawaratan- permusjawaratan
dengan negara-negara jang berperang dengan Belanda.
Pasal 24
Berdasarkan
pasal-pasal yang disebutkan di atas ini, maka dibuatlah oleh sultan
bersama pembesar-pembesar keradjaannja suatu perdjanjian perdamaian,
persahabatan dan persekutuan (bondgenootschap), di dalam mana termasuk
radja-radja dari Ternate, Tidore, Batjan, Buton, Bone, Soppeng, Luwu,
Tunatea (Laija, Binamu, Badjeng) bersama dengan daerah-daerah
taklukannja, begitu pun Bima dan tuang-tuna tanah dan radja-radja jang
kemudian akan meminta masuk dalam persekutuan ini.
Pasal 25
Perjanjian Bungaya. Angka (pasal) 29 dan 30 terlihat jelas. (Foto repro. Dokumentasi)
Kompeni
akan mengambil keputusan di dalam perselisihan-perselisihan di antara
anggota-anggota sekutu. Bilamana ada satu pihak jang tidak mau
mengindahkan perantaraan jang diberikan oleh kompeni, maka dimana perlu
semua anggota sekutu memberi bantuan kepada pihak jang lain itu.
Pasal 26
Dua
orang jang terkemuka dari madjelis pemerintahan di Gowa akan berangkat
bersama Spelman ke batavia untuk meminta pengesahan dari
Gubernur-Djenderal atas perdjanjian-perdjanjian tersebut.
Gubernur-Djenderal, djika ia kehendaki, akan suruh tinggal di Batavia
dua orang putera dari Sultan sebagai djaminan.
Pasal 27
Untuk mewudjudkan apa jang ditetapkan pada pasal 6, kompeni akan angkut orang-orang Inggris bersama barang-barangnja ke Batavia.
Pasal 28
Untuk
mewudjudkan apa jang telah ditetapkan pada pasal 15, maka bilamana
dalam tempo sepuluh hari radja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak
ditemukan hidup atau mati dalam 10 hari maka putera dari penguasa harus
diserahkan kepada kompeni.
Pasal 29
Sultan berdjanji akan
membajar kepada kompeni 250.000 rijksdaalders (ringgit?) sebagai
pembajaran ongkos perang jang harus dilunakan dalam lima musim
berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, emas, perak, ataupun permata.
Pasal 30
Radja
Makassar dan para bangsawannja, Laksamana sebagai wakil kompeni, serta
seluruh radja dan bangsawan jang termasuk dalam persekutuan ini harus
bersumpah, menandatangani perdjanjian ini di atas sumpah atas nama Tuhan
pada hari Djumat tanggal 18 Nopember 1667 di Bungaja. []
-------------------------------------------
( 18 +) ane mau share video panas terbaru klik DISINI tunggu 5 detik terus klik skip add alamat menonton.
---------------------------------------------------